Para pelajar Muslim calon super hero abad ini..
Hijrah Nabi
Muham-mad saw. merupakan momentum sejarah yang paling penting dan
menentukan tegaknya peradaban Islam di muka bumi ini. Hijrah yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat -setelah masyarakat
Mekkah yang jumud itu tidak memberikan peluang bagi terbitnya peradaban
baru di negerinya- membuka babak baru bagi perkembangan Islam di kota
Yatsrib (+400 km dari kota Mekkah) yang kemudian berubah menjadi
Madinatur Rasul atau Madinah Munawwarah. Hijrah yang dilakukan setelah
13 tahun dakwah di kota Mekkah itu telah mengubah kaum Muhajirin yang
tertindas (mustad'afin) menjadi warga masyarakat di kota Madinah selain
kaum Anshor. Bahkan, menjadi pelopor perubahan dunia di masa berikutnya.
Hijrah itu juga telah mengubah keadaan kaum musyrikin penyembah
berhala dari kalangan suku Aus dan Khazraj di kota Madinah menjadi
orang-orang mukmin yang telah menolong dan melindungi perjuangan Nabi
Muhammad saw. Lebih dari itu, mereka menjadi kaum yang mulia sebagaimana
disebut-sebut dalam Al Qur'an maupun As Sunnah.
Hijrahlah Menuju Khilafah Islamiyah
Hijrah itu
pulalah yang telah mengubah kaum muslimin yang pada awalnya merupakan
kelompok dakwah di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw. menjelma menjadi
suatu umat yang memiliki kemuliaan, kedudukan, dan kekuasaan. Rasulullah
saw. pun akhirnya menjadi seorang penguasa (haakim) yang menjalankan
pemerintahan dan kekuasaan menurut apa yang diturunkan Allah SWT kepada
beliau saw., selain sebagai Nabi dan Rasul. Hijrah telah mengubah
masyarakat Madinah yang terpecah-pecah dalam kabilah-kabilah menjadi
satu umat dan satu negara di bawah kepemimpinan Risalah yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Ya, hijrah itulah yang menandai perubahan suatu
masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang memiliki peradaban
yang luhur karena diliputi oleh nilai-nilai dan hukum-hukum Ilahi.
Inilah awal bersatunya berbagai bangsa yang memiliki hukum, tatanegara,
dan adat istiadat serta bahasa yang berbeda-beda menjadi umat yang satu,
dengan hukum tata negara yang satu, serta bahasa yang satu di bawah
naungan Islam, yakni umat Islam ummatan wahidah. Dengan hijrah,
kekufuran lenyap diganti keimanan. Kejahiliyahan musnah tertutup cahaya
Islam. Ketertindasan berubah menjadi kemuliaan dan keagungan. Murka
Allah SWT sirna, sebaliknya keridlaan-Nya datang.
Hanya saja,
sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, umat Islam yang
telah dibangun berabad-abad yang lampau mengalami keruntuhan dan
keterpecahbelahan seperti yang kita lihat sekarang. Pertanyaannya,
apakah kaum muslimin tidak ingin kembali mengulangi sukses hijrah
seperti yang pernah dialami para pendahulu mereka? Apakah kaum muslimin
rela hidup dalam keadaan cerai-berai dan carut-marut seperti sekarang?
Apakah kaum muslimin betah hidup menderita di bawah tekanan sistem
kufur? Jika tidak, apakah yang mesti kita perbuat dalam memperingati
momentum Hijrah yang telah diabadikan oleh Khalifah Umar bin Khaththab
sebagai awal mula tahun Hijriyah, tahun penanggalan kaum muslimin? Tentu
saja kaum muslimin harus memahami makna hijrah Rasulullah saw. dan
memahami pula bagaimana aktualisasi hukum Allah SWT tersebut di masa
kini sesuai dengan realitas umat yang ada kini.
Makna Hijrah
Dalam bahasa Arab, hijrah berarti berpindah tempat. Sedangkan, secara syar'iy para fuqaha mendefinisikan hijrah sebagai :
"Keluar dari darul kufur ke darul Islam". (An Nabhani, Syakhsiyyah Al Islamiyyah Juz II/276).
Pengertian
darul Islam dalam definisi itu adalah suatu daerah (negara) yang
menerap-kan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan serta keamanannya
berada di tangan kaum muslimin. Sebaliknya, wilayah yang tidak
menerapkan hukum Islam atau keamanannya di tangan bukan muslim merupakan
darul kufur sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Saat itu,
Nabi dan para sahabatnya hijrah dari darul kufur Makkah, lalu membentuk
darul Islam Madinah. Ketika kaum muslimin keluar dari kota Mekkah menuju
kota Madinah, motivasi utama mereka adalah keimanan dan melaksanakan
perintah Allah SWT. untuk menyelamatkan agama mereka dari fitnah yang
ditimbulkan oleh kaum musyrikin Quraisy. Dan Kota Madinah sebagai negara
baru --Daulah Islamiyyah-- yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw.
memberikan keamanan bagi mereka bahkan mengembangkan kehidupan mereka
sebagai umat baru dengan peradaban baru, umat Islam.
Oleh karena
itu, ketika kota Mekkah telah ditaklukkan dan Quraisy sebagai lambang
kekuasaan kufur telah runtuh dan umat manusia telah berbondong-bondong
masuk Islam, hijrah dalam arti perpindahan kaum muslimin dari kota
Mekkah ke kota Madinah telah ditutup karena Mekkah bukan lagi darul
kufur, tetapi telah menjadi bagian dari Daulah Islamiyyah yang berpusat
di kota Madinah. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: "Tidak
ada pelaksanaan kewajiban hijrah setelah penaklukan kota Mekkah". Ketika
ditanya tentang Hijrah, istri Nabi A'isyah ummul mukminin r.a.
menyatakan : "Sekarang sudah tak ada hijrah. Dulu orang mukmin lari
mem-bawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah.
Adapun sekarang Allah SWT benar-benar telah memenangkan Islam dan
seorang mukmin dapat beribadah kepada Allah SWT sesuka dia". Dengan
demikian jelaslah bahwa ketika kaum muslimin telah bisa menampakkan
keislaman mereka dan dapat menegakkan hukum-hukum Islam dalam Daulah
Islamiyyah, kewajiban hijrah dari negeri tempat mereka tinggal menjadi
hilang.
Aktualisasi Hijrah
Mencermati kondisi kaum
muslimin menjelang milenium ketiga ini, keadaan mereka di seluruh dunia
Islam boleh dikatakan memprihatinkan. Di negeri-negeri di mana kaum
muslimin minoritas, keadaan mereka tertindas. Moro, Pattani, Rohingya,
Kasymir, Chechnya, Palestina, Bosnia, dan Kosovo merupakan saksi nyata
kesengsaraan dan ketertindasan kaum muslimin di akhir abad 20 hanya
karena satu alasan : mereka muslim ! Mereka sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk memunculkan Islam, bahkan memunculkan diri sebagai
muslim. Sementara itu, mereka yang tinggal di negeri-negeri di mana kaum
muslimin mayoritas, justru hukum-hukum Islam tak bisa ditegakkan.
Orang-orang yang berpegang teguh kepada aturan Allah SWT disisihkan.
Bahkan, orang-orang mukmin yang konsisten dalam perjuangan menegakkan
dienul Islam difitnahi dengan berbagai cap yang menyudutkan seperti
eksklusif, ekstrimis, radikal, fundamentalis, bahkan teroris! Akibatnya
aspirasi Islam dibunuh, para pejuangnya pun diburu dan dijebloskan ke
penjara, dan sebagian diperlakukan tanpa batas perikemanusiaan hingga
dibunuh. Dan kaum muslimin pun hidup tertekan dalam penjara besar negeri
mereka sendiri yang telah dikuasai sistem kekufuran yang dikontrol oleh
negara-negara besar Barat sebagai gembong kekufuran.
Problematikanya,
manakala kaum muslimin hendak berhijrah, kemana? Sebab seluruh dunia
adalah darul kufur. Di negeri-negeri Barat yang demokratis tempat
sebagian kaum muslimin bermukim, keadaannya tidak lebih baik dari
negeri-negeri mereka sendiri. Oleh karena itu, bagaimana aktualisasi
hijrah?
Pertama, hijrah dari keadaan yang sangat menindas
dan atau merusak aqidah mereka menuju tempat-tempat di mana keberagamaan
mereka diakui dan dilindungi. Dalam kasus ini dapat dicontohkan
perpindahan kaum muslimin dari Palestina, Bosnia, Chechnya dan lain-lain
ke negeri-negeri Islam seperti Yordania, Saudi Arabia, dan Pakistan.
Contoh lain, kaum muslimin yang hidup di Eropa atau AS dimana distrik
atau kota tempat mereka tinggal sangat mengganggu aqidah dan kepribadian
mereka, maka mereka wajib untuk berhijrah ke tempat-tempat lain yang
lebih baik dan aman bagi aqidah dan kepribadian kaum muslimin sekalipun
itu masih di negeri kafir tersebut.
Kedua, jika di suatu
negeri Islam tegak pemerintahan Khi-lafah 'ala minhajin nubuwwah --dalam
waktu yang tidak lama lagi insyaallah-- sehingga darul Islam dimana
kaum musllimin bisa menampilkan Islam dengan sem-purna dan hukum-hukum
Allah SWT bisa ditegakkan dalam kehidupan, maka hukum hijrah sebagaimana
hukum perpindahan kaum muslimin dari kota Mekah ke kota Madinah sebelum
ditaklukkannya kota Mekkah (Fathu Makkah) berlaku kembali. Kaum
muslimin di berbagai penjuru dunia yang terancam dirinya oleh
lingkungannya lantaran keislamannya sedangkan dia mampu berhijrah, maka
dia wajib berhijrah ke negara Khilafah Islamiyyah tersebut. Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat
bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah
kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat
berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?". (QS. An Nisa 97).
Namun bagi mereka yang
mampu berhijrah, tapi dalam kondisi tidak terancam, yakni masih bisa
menampilkan diri sebagai muslim dan melaksanakan hukum-hukum Islam yang
dituntut kepadanya, maka tidak wajib baginya berhijrah ke negara
Khilafah Islamiyyah, melainkan hanya mandub (sunnah) saja hukumnya.
Kesimpulan hukum mandub ini oleh Taqiyuddin An Nabhani (idem) difahami
dari adanya dorongan dan mobilisasi yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
agar kaum muslimin berhijrah dari Mekkah ke kota Madinah. Dorongan itu
juga tampak dalam sejumlah firman Allah SWT diantaranya :
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di
jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al Baqarah 218).
"Orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta
benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan
itulah orang-orang yang mendapat kemenangan" (QS. At Taubah 20).
Namun
demikian Rasulullah saw. membiarkan sebagian orang mukmin tetap tinggal
di kota Mekkah seperti Nu'aim an Nuhham r.a. yang ketika mau berhijrah
dicegah oleh kaumnya. Mereka meminta agar Nu'aim tetap tinggal di antara
mereka --lantaran beliau biasa menanggung kehidupan para janda dan anak
yatim-- dan menjamin keamanannya dan membiarkan dia menampilkan
agamanya.
Selanjutnya, bagi kaum muslimin yang tidak terancam dan
tidak diganggu keberadaannya di negeri-negeri di luar Khilafah
Islamiyyah -- baik negeri Islam maupun negeri kufur-- dan mampu
melakukan perubahan keadaan negeri tersebut dari darul kufur menjadi
darul Islam, yakni menggabungkan negeri tersebut dengan negeri Khilafah
Islamiyah sehingga wujud negara khilafah Islamiyyah itu secara riil
merupakan negara internasional, maka hukumnya justru haram bagi dia
meninggalkan negeri tersebut sekalipun untuk menuju negeri khilafah.
Sebab, tempat itu merupakan medan perjuangan baginya bagaikan dia berada
di perbatasan dengan negeri kufur dan siap bertemu dengan tentara kufur
yang siap memerangi mereka, maka haram baginya meninggalkan medan
pertempuran sekalipun dia kembali ke ibukota Khilafah Islamiyyah.
Ketiga,
hijrah dalam arti berpindah dari darul kufur ke darul Islam baru akan
dapat terlaksana bila ada Khilafah Islamiyyah. Oleh sebab itu, tegaknya
Khilafah tersebut tidak dapat ditawar-tawar.
Khilafah,Solusi Problematika Kaum Muslimin
Segala
macam krisis yang menimpa kaum muslimin di berbagai negeri Islam,
krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, krisis keamanan, dan
lain-lain, tak akan bisa dipecahkan tanpa mengembalikan hukum-hukum
Islam sebagai pengatur kehidupan dan pemecahan masalah umat manusia.
Sebagai penguasa, seorang muslim dituntut terikat dengan firman Allah:
"Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu". (QS. Al-Maaidah 48).
Sebagai
rakyat, mereka dituntut bertahkim (meminta keputusan hukum) kepada
hukum yang diputuskan oleh Rasulullah saw. Allah berfirman:
"Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (QS. An-Nisaa' 65).
Bahkan
kaum muslimin dituntut untuk meninggalkan hukum-hukum selain hukum
Allah SWT yang disebut oleh Al Qur'an sebagai hukum Thaghut. Allah SWT
berfirman:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada
thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan
syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan sejauh-jauhnya" (QS. An Nisa 60).
Padahal,
semua itu baru akan terlaksana dengan adanya Khilafah Islamiyyah 'ala
minhajin nubuwwah. Oleh karena itu, berdasarkan kaidah syara': "Sesuatu yang suatu kewajiban tidak bisa dilaksanakan kecuali dengannya maka sesuatu itu hukumnya wajib",
menegakkan negara Khilafah Islamiyyah yang bersifat internasional
merupakan kewajiban seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, penguasa
ataupun rakyat.
Khatimah
Hijrah Nabi Muhammad saw.
adalah peristiwa historis sekaligus hukum yang telah mengubah keadaan
kaum muslimin dari kondisi tertindas menjadi kondisi sentausa dengan
tegaknya suatu masyarakat baru yang didasari hukum-hukum Islam sebagai
pemecah problematikanya. Untuk itu, momentum hijrah adalah momentum
kembalinya hukum Islam dalam negara Khilafah Islamiyyah yang menaungi
kaum muslimin di seluruh dunia. Allah SWT berfirman:
"Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik" (QS. An Nuur 55). [lds]